Saturday, January 29, 2011

musuh yang paling berarti

Untukku kamu adalah musuhku begitu sebaliknya...terlalu banyak perbedaan...terlalu banyak hal yang diperdebatkan dan terlalu banyak...terlalu banyak lainnya yang membuat kita semakin menjadi musuh...

Untukku kamu adalah musuhku karena dari luar sepertinya kita saling mendukung padahal kita saling bersaing...dalam banyak hal tanpa kita sadari dan tanpa perlu ditunjukkan...

Untukku kamu adalah musuhku begitu banyak hal yang ingin kumiliki dari kelebihanmu bahkan dari kekuranganmu, semakin aku mengenalmu semakin aku tahu bahwa aku adalah musuhmu dan kamu adalah musuhku...

Untukku kamu adalah musuhku saat kita bertengkar mengenai banyak hal, mengenai cara pandang, mengenai selera, mengenai sikap, mengenai apa yang baru kita dengar, apa yang baru kita lihat dan apa yang baru kita ketahui... selalu kita perdebatkan...

Untukku kamu adalah musuhku sampai saat ini ... saat dimana kita tidak bersama-sama lagi ... saat kita terpisah jarak ... saat kudengar kabar bahwa kamu sudah mendapatkan hal yang istimewa, hal yang tanpa kita sadari yang saling kita pertanyakan pada diri masing-masing...siapa yang akan lebih dulu... ternyata masih tetap sama...bahkan disaat yang membahagiakan ini pun, kamu masih tetap musuhku...musuh yang paling berarti...musuh yang paling mengenal diriku...musuh yang paling kutunggu cerita hidup selanjutnya bersama hal istimewa yang telah kau dapatkan.

untuk saat ini pilihan hanya dua

Dr. Cai Ming Jie, seseorang Ph. D lulusan Stanford University, memutuskan untuk menjadi seorang sopir taksi setelah kehilangan pekerjaannya. Dr. Cai Ming Jie tidak hanya berani menghadapi hidup dengan melakukan pekerjaan yang mungkin jauh dari impiannya, tetapi juga berusaha melakukan yang terbaik. Ia mencatat pengalamannya sebagai sopir taksi dalam sebuah blog : A Singapore Taxi Driver's Diary. Itu menjadikannya bukan "sopir taksi biasa"


Renungan Harian, Januari 2011

Hal tersebut juga dialami oleh yusuf yang pernah mempunyai pekerjaan yang bukan merupakan impiannya. Ia menjadi budak jelas ini bukan cita-cita yusuf (apalagi saya?). Si anak orang kaya (keturunan yakub). Selain yusuf menjadi budak, ia bahkan turun lebih rendah lagi menjadi seorang narapidana. Situasi sulit yang dihadapi yusuf ...hanya ada dua pilihan, pada saat ia menjadi budak karna tanpa daya ia dijual dan harus menjadi budak. Pilihannya adalah sekedar menjadi budak atau menjadi budak yang baik dan pada saat ia menjadi narapidana juga pilihannya adalah sekedar menjadi narapidana atau menjadi narapidana yang baik. Hal itu menjadikan dia bukan "budak biasa" dan bukan "narapidana biasa", ia memiliki kuasa di lingkungan ia berada dan ia tidak menjadi rendah melainkan ditinggikan dalam lingkungannya dengan kepercayaan dan tanggung jawab yang besar; antara lain :


Pada saat menjadi budak :
Yusuf diberikan kuasa atas rumah tuannya dan segala milik tuannya diserahkan pada kekuasan yusuf (cotohnya : ladang, ternak,dll)


Pada saat menjadi narapidana :
Yusuf menjadi kesayangan kepala penjara dan mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada yusuf dan segala pekerjaan yang harus dilakukan disitu yusuf lah yang mengurusnya. Bahkan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada yusuf.




Hal yang dialami Dr. Cai Ming Jie dan Yusuf saat ini juga saya alami, sama-sama mengalami kondisi yang tidak diimpikan, kondisi yang hanya akan memberikan dua pilihan yaitu sekedar menjadi atau bukan sekedar menjadi. Saat ini status sosial saya adalah jobless atau bahasa halusnya sedang mencari pekerjaan, tapi saya memilih taat seperti yusuf, tetap berusaha untuk yang terbaik. Mungkin anda juga pernah mengalami kondisi yang tidak diharapkan, tidak ada pilihan untuk tidak menerima kondisi tersebut, tapi akan selalu ada dua pilihan dan hanya dua. Apakah anda hanya sekedar menjadi atau bukan sekedar menjadi orang yang mengalami suatu kondisi.

Friday, January 14, 2011

menimbun yang tidak seharusnya ditimbun

Postingan pertama di tahun 2011 akhirnya muncul juga ;))

Pada tanggal 12 januari 2011 setelah 13 tahun menetap di rumah yang lama, saya dan keluarga saya pindah rumah, dan pada hari itu malam pertama kami menempati rumah baru. Dari pengalaman saya pindahan (maklum mantan anak kos yang sering pindah-pindah kos) hal yang paling menyebalkan dari acara pindahan adalah mengatur barang kembali ke posisi yang tepat di tempat tinggal baru, untuk barang 1 orang saja sudah repotnya minta ampun, apalagi kali ini 1 keluarga yang pindahan beranggotakan 6 orang, bisa terbayang seperti apa tumpukkan barang-barang yang ada???....

Begitu banyak barang, begitu banyak tenaga yang harus dikeluarkan untuk mengatur dan begitu banyak pemandangan berantakan yang terlihat oleh mata...melihat hal itu semua saya jadi berpikir, mengapa bisa barang sebanyak ini kami miliki? mengapa kami bisa menyimpan barang-barang ini semua selama ini? karena begitu banyak barang yang sebenarnya tidak perlu kami simpan dan sudah tidak berguna lagi, hal yang unik muncul...saya dianggap terlalu mudah membuang barang oleh keluarga saya, sedangkan orang tua dan kaka saya perempuan begitu penyayangnya terhadap barang-barang yang saya sudah tidak angap jelas lagi, setiap barang yang saya pilih untuk dibuang maka mereka periksa kembali dan mengambil barang-barang itu untuk jangan dibuang, lucu rasanya mengambil barang yang ingin dibuang tetapi karna sayang tidak jadi padahal tidak tahu akan digunakan untuk apa nanti, apakah akan digunakan atau tidak, dimana akan diletakkan hanya karna tidak rela membuang.

Bukankah seperti itu juga watak manusia??? Kita lebih tidak rela membuang hal-hal yang tidak berguna pada diri kita dibandingkan menyimpan hal-hal yang berguna untuk diri kita. Misalnya saja, pikiran positif dan negatif, kita pasti lebih sering menyimpan pikiran negatif pada diri kita, kita merasa sayang  membuang itu padahal tidak berguna, padahal tidak tahu digunakan untuk apa, kita letakkan begitu saja pada diri kita, sedikit demi sedikit hal-hal yang tidak berguna kita simpan, sayang kalau dibuang...pada akhirnya diri kita seperti tempat sampah, seperti gudang yang isinya lebih banyak barang tidak berguna daripada barang yang berguna, ketika kita memerlukan barang yang harus digunakan, kita sudah tidak bisa lagi membedakan mana barang yang layak terpakai dan mana yang tidak. Karena kita membiarkan diri kita menjadi gudang hal-hal yang tidak berguna, maka jadilah diri kita seperti ruangan yang tidak sedap dipandang mata, tidak terawat dan tidak berguna bagi orang lain.

Kalau sudah begitu, untuk apa lagi kita masih membiarkan diri kita terus menyimpan hal-hal yang tidak berguna bagi diri kita dan orang lain???bukankah kita sangat bodoh bila masih melakukan hal tersebut???...mari kita lihat kedalam diri kita masing-masing???...sudah menjadi ruangan seperti apakah diri kita???...

keep on growing friends.
Gbu all.