Wednesday, March 23, 2011

cahaya bulan

Pernah nonton film tahun 2007 yang berjudul GIE ??...film indonesia yang pemeran utamanya Nicholas Saputra, tapi sekarang gw bukan mau bahas pemainnya :p (maaf bagi para penggemarnya). Di film ini ada sebuah puisi yang diucapkan oleh si Nicholas Saputra yang pada film ini berperan sebagai gie, gie meningglakan sebuah surat untuk ira (waniita yang menjadi sahabat gie dan sama-sama memiliki rasa tetapi tidak berani melanjutkan hubungan ) dan isi surat itu adalah puisi yang mengutarakan perasaan gie pada ira. Ga tau kenapa, puisi ini touching banget buat gw, gw emang bukan pengagum karya sastra dalam bentuk puisi, tapi untuk puisi yang ini...gw amat suka dan bisa dibilang terseret perasaan ke dalam puisi ini (agak lebay sih...but thats true). Well, ga usah panjang lebar lagi..nie isi puisi favorit gw :




Cahaya Bulan
akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yg biasa
pada suatu ketika yg telah lama kita ketahui
 apakah kau masih selembut dahulu memintaku minum susu
sambil membenarkan letak leher kemejaku
kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
 lembah mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan” yg menjadi suram
meresapi belaian angin yg menjadi dingin
apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
 ketika kudekap, kau dekaplah lebih mesra
lebih dekat
apakau kau masih akan berkata
kudengar dekap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
yg takkan pernah aku tahu dimana jawaban itu
bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati




Tuesday, March 22, 2011

memberi seperti yang didapat

Hari minggu tanggal 20 maret 2011 yang lalu saya ke Jakarta dengan kakak saya, sekedar berjalan-jalan sambil cuci mata di kawasan blok M. Kami pulang sekitar puku 16.30 wib dengan menggunakan bis kota (tanpa AC !!!), seperti biasa suasana bis begitu pengap dan berisik dengan teriakan para penjual asongan yang datang dan pergi, nyanyian pengamen dari anak-anak sampai orang tua.


Di tengah perjalanan naik 2 atau 3 orang (maaf saya agak lupa) laki-laki muda sekitar 20th an dengan pakaian ala rock and roll, mereka mengatakan kalimat-kalimat pembuka seperti biasanya yang dilakukan untuk meminta uang, sampai... salah seorang maju ke depan barisan bangku bis, ia mengeluarkan sebuah silet dan mengatakan sudah tidak tahu lagi bagaimana harus mencari uang,jika memang dengan memakan silet ini baru bisa mengetuk hati para penumpang maka akan dia lakukan. Dia pun mulai mengigit silet itu sedikit demi sedikit dan memang hanya sedikit...temannya yang lain mengatakan kalimat-kalimat respon dari atraksi si pemuda itu, "ati-ati bro.." dsb.


Atraksi selesai, si pemuda dan kawannya mengeluarkan kantong untuk menerima uang pemberian dari para penumpang dengan diiringi kalimat-kalimat meminta belas kasihan. Dari baris bangku pertama tidak memberikan uang dan mengatakan kalimat yang  menyindir, baris ke dua juga tidak dan baris ketiga (tempat saya dan kakak saya duduk) juga tidak memberikan uang, kemudian dia berteriak setengah suara a*ji*g !!! ... saya tidak terlalu mengerti apakah perkataan itu ditujukan pada saya dan kakak saya atau bagi semua penumpang yang tidak memberi uang. Kemudian setelah baris bangku saya duduk, para penumpang kebanyakan memberikan uang dan pemuda itu dan kawannya berkata dengan sangat ramah..."terimakasih ya pak", terimakasih ya bu".


Saya jadi teringat dan berpikir, bukankah kita manusia kebanyakan seperti itu...kita begitu baik kepada orang yang bisa memberikan apa yang kita perlukan apa yang kita inginkan, kita begitu menghormati begitu menyanjung dan begitu lainnya, tetapi jika kita tidak mendapat apa yang kita harapakan dari orang lain sikap kita secara refleks, secara seketika itu juga berubah. Entah sikap, bicara ataupun ekspresi muka menampakkan kemarahan atau kekecewaan terhadap orang tersebut.


Memberi seperti yang kita dapat, memberi sesuai apa yang orang lain beri...ahhh...sungguh manusia adalah makhluk yang tidak ingin rugi, manusia begitu ingin mendapat dan memberi yang setimpal. Padahal kebenarannya adalah...LOVE IS SELFLESS.

Wednesday, March 2, 2011

lakukan apapun selama bisa dipertanggung jawabkan

            Jumat pada tanggal 18 Februari 2011 lalu saya mendapatkan sebuah panggilan wawancara. Saya melamar sebagai admin, memang sangat jauh dari jurusan yang saya pelajari selama ini, saya lulusan pertanian. Bagi seorang sarjana pertanian seperti saya yang tinggal di ibu kota dan bergender wanita lumayan sulit untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan jurusan saya.

            Saya harus belajar realistis dan membuka diri pada peluang yang ada, maka kesempatan saya dalam wawancara kali ini pun tidak ingin saya lewati. Ketika wawancara, saya sedikit terkejut...kepala sekolah yang mewawancarai saya malah menawari saya posisi sebagai GURU. Oh iya, saya belum menjelaskan bahwa panggilan kali ini dari sebuah sekolah swasta internasional yang memiliki kurikulum independen (tidak sama dengan sekolah internasional lainnya). Singkat cerita saya menerima tawaran itu, saya sangat membutuhkan pekerjaan !!! Tetapi saya diberikan waktu sampai hari senin tgl 21 Februari 2011 untuk berpikir, apakah saya ingin bergabung atau tidak. Saya pun berpikir dengan perasaan bahagia tentunya, karena akhirnya saya diterima di suatu pekerjaan. Pada hari senin, saya menelepon pihak sekolah dan mengatakan saya ingin mencoba untuk bergabung. Lalu keesokan harinya saya mulai masuk kerja, pukul 07.30 wib. Dunia berubah seketika.

            Selasa adalah hari pertama saya secara resmi bekerja, sebagai asisten guru (karena trening dulu 3 bulan). Pada hari itu kepala sekolah tidak berada di tempat, yang ada seorang wakil kepala sekolah (belakangan saya baru tahu), dia sepertinya tidak tahu bahwa ada seorang new commer yang akan bergabung hari itu. Sedikit salah komunikasi wajar terjadi bukan? Saya pun mendapat teguran kecil mengenai disiplin pada waktu itu. Sungguh hari pertama yang amat indah J

            Hari rabu dan kamis saya jalani dengan perasaan semakin bertanya-tanya dalam hati, inikah tempatnya?inikah tempat yang tepat untuk saya memenuhi panggilanNya?Saya bukan orang yang takut belajar hal baru, saya juga bukan orang yang takut menerima teguran dan saya bukan orang yang termasuk mudah menyerah, tapi saya bukan orang yang bisa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hati. Saya percaya bahwa hati nurani adalah sebuah radar kecil yang begitu sensitif akan suatu kondisi dan keadaan yang kita hadapi.

            Sampai akhirnya saya mendapat teguran yang keras (menurut saya), pada hari kamis setelah jam pulang, kepala sekolah memberikan saya surat kontrak kerja untuk dibaca dan di tanda tangani, besok sudah harus dikembalikan. Kemudian saya membacanya di angkot saat perjalanan pulang, surat kontrak kerja itu terdiri dari beberapa lembar (+/- 4 lembar) tapi saya hanya membacanya dihalaman 1 & 2 secara singkat dan pada halaman berikutnya saya hanya membaca judul pasal, lalu surat kontrak itu saya lipat dan saya masukan kedalam tas. Saya berpikir keras untuk mengambil sebuah keputusan yang tidak mau saya sesali, apa benar saya ingin menjadi seorang guru?apa benar dunia pendidikan adalah sesuatu yang memenuhi passion saya? Kemudian saya mengirimkan sms kepada beberapa teman saya dan pemimpin kelompok kecil saya untuk meminta saran. Pada kesimpulannya memang semua keputusannya ada ditangan saya, mereka tidak memberikan jawaban iya dan tidak, mereka membantu saya agar berpikir lebih luas dan dalam.

            Ada tiga point yang amat mendasari keputusan saya, yaitu: hati, idealisme dan pertanggung jawaban. Saya mereview kembali suasana ditempat kerja saya, tidak ada yang salah sepertinya, masalah tantangannya pun saya yakin saya bisa atasi, lalu pada point pertanggung jawaban saya baru menyadari...setiap orang yang bekerja disana begitu menyukai pekerjaan mereka, begitu setia, begitu bertumbuh dan mereka begitu siap untuk mempertanggung jawabkan profesi mereka dihadapan Tuhan. Kemudian saya menilai diri sendiri, dari awal saya tidak pernah berniat selamanya berkomitmen didunia pendidikan, apalagi sebagai guru, saya hanya berniat cari uang !... Alangkah piciknya saya, secara tidak langsung saya sudah merendahkan profesi yang mulia itu. Saya hanya berniat mencoba lalu meninggalkan pekerjaan itu, jika ada yang lebih menarik. Kaka saya mengatakan dunia pendidikan itu perlu komitmen seumur hidup, butuh konsentrasi dan fokus besar untuk menjadi seorang guru, sedangkan saya sampai pada hari diberikan kontrak dan telah melihat situasi sekolah, tidak merasa apa-apa, tidak merasa terbeban dan antusias (karena ada diluar itu yang menjadi tujuan saya).

            Saya harus bersikap dewasa, seperti yang dikatakan pemimpin kelompok kecil saya...semua harus dipertanggung jawabkan. Saya merasa saya tidak siap untuk mempertanggung jawabkannya jika saya menjadi guru, saya belum mempunyai hati untuk berkomitmen di bidang itu dan saya tidak mau coba-coba, seperti mencobai Tuhan mengenai pangggilan hidup, sedangkan disana setiap guru diawali motivasi yang rindu mengajar. Saya berdoa kepada Tuhan dan meminta ampun karena motivasi saya telah salah dan saya memutuskan untuk mengundurkan diri. Keesokan harinya (jumat), saya datang seperti biasa dan mengikuti doa pagi disekolah, setelah itu saya meminta waktu kepada kepala sekolah untuk berbicara mengenai penanda tanganan kontrak. Selama perjalanan berangkat ke sekolah saya telah bergumul, mungkin nanti kepala sekolah akan marah, akan kecewa, saya akan berbicara dengan tidak baik dan lain sebagainya, tapi yang terjadi tidak demikian. Saya berbicara dengan  lancar dan bisa dibilang cukup diplomatis (hehehe) dan kepala sekolah mendengarkan dengan sabar dan menganggukan kepala dan ia mengerti, lalu saya memberikan surat kontrak dan kami pun bersalaman. Saya pamit pulang dengan perasaan yang lega luar biasa... J

            Memang sepertinya 1 minggu saya kebelakang sepertinya sia-sia, tidak menghasilkan apa-apa di mata orang, tapi dalam hidup saya ini adalah moment yang mendewasakan saya mengenai tanggung jawab pekerjaan, ini adalah proses yang demikian berharganya membentuk saya menjadi pribadi yang harus belajar peka akan keadaan yang harus segera saya meresponinya dan saya telah belajar untuk berani mengambil keputusan dengan konsekuensinya sekaligus. Semoga Tuhan, sumber segala rahmat menuntun perjalanan saya dalam mendapatkan panggilan hidup yang berkenan kepadaNya.



Memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat kita adalah pelik seperti memilih jodoh. Kita harus setia, berakar dan bertumbuh dalam pekerjaan itu.
-Andar Ismail (Selamat berkarya)-